
Limbah cair dari produk olahan kedelai dapat dimanfaatkan melalui proses fermentasi menggunakan bakteri Acetobacter xylinum untuk menghasilkan nata de soya. Pemanfaatan air limbah industri tahu-tempe sebagai bahan baku produk pangan ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomis bagi pengusaha, tetapi juga menjadi solusi dalam pengelolaan limbah. Dengan mengolah limbah cair tahu-tempe menjadi nata de soya, masalah pencemaran lingkungan dapat diminimalisir. Oleh karena itu, pengembangan usaha nata de soya perlu didorong guna menciptakan lingkungan yang lebih bersih serta meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar industri tahu-tempe.
Limbah cair dari industri tahu dan tempe memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga sangat cocok sebagai media pertumbuhan bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini berperan dalam mengubah karbohidrat dan protein dalam limbah tersebut menjadi serat selulosa dengan tekstur kenyal. Selain itu, limbah cair tahu (whey tahu) dan limbah cair tempe juga mengandung vitamin B yang larut dalam air, lesitin, dan oligosakarida yang dapat meningkatkan nilai gizi dari nata de soya. Dengan kandungan unsur kimiawinya yang kaya, limbah cair tahu-tempe menjadi salah satu alternatif bahan baku yang potensial untuk produksi nata.
Secara karakteristik, nata berbahan baku limbah kedelai memiliki warna sedikit kekuningan, aroma khas kedelai, serta tekstur kenyal namun lebih mudah putus dibandingkan nata de coco yang lebih elastis. Meskipun demikian, kandungan seratnya yang tinggi menjadikannya pilihan yang baik sebagai bahan pangan fungsional yang sehat.
Prospek Pasar Nata De Soya
Nata de soya memiliki kualitas yang cukup baik dan tidak kalah dibandingkan dengan nata de coco. Kadar seratnya yang tinggi serta cita rasanya yang khas menjadikannya bahan baku yang menarik untuk produk minuman instan dan olahan pangan lainnya. Permintaan pasar terhadap nata de coco, baik di dalam maupun luar negeri, sangat tinggi, terutama dari industri minuman kemasan dan produk olahan lainnya. Pabrik-pabrik minuman kemasan memerlukan pasokan nata dalam jumlah besar, dengan permintaan yang bisa mencapai ratusan ton per hari dalam bentuk lembaran atau potongan kecil.
Tingginya permintaan terhadap produk nata memberikan peluang bisnis yang besar bagi petani nata untuk bermitra dengan perusahaan besar di tanah air. Selain sebagai produk pangan, nata juga telah dikembangkan untuk keperluan industri non-pangan di negara maju seperti Jepang, di mana nata digunakan sebagai bahan baku elektronik dan komposit baja ringan. Dengan melihat potensi ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengolah berbagai limbah pangan menjadi produk nata berkualitas tinggi. Saat ini, produk nata yang telah banyak dikenal di pasaran antara lain nata de coco (berbahan air kelapa), nata de soya (berbahan limbah cair olahan kedelai), dan nata de cassava (berbahan limbah singkong). Meskipun masing-masing memiliki aroma, tekstur, dan tampilan yang sedikit berbeda, prospek pasarnya tetap menjanjikan, dengan nata de coco sebagai produk yang paling banyak diminati saat ini.
Proses Produksi Nata De Soya
Produksi nata de soya dimulai dengan mendiamkan limbah cair industri tahu-tempe selama 2-3 hari hingga pH turun menjadi 3-4, yang menandakan bahwa cairan telah bersifat asam. Selanjutnya, limbah cair disaring menggunakan kain kasa untuk memisahkan kotoran dan partikel kasar, kemudian direbus dalam panci menggunakan tungku berbahan bakar kayu hingga mendidih. Setelah mendidih, ditambahkan bahan-bahan seperti 80 gram ZA, 100 gram gula pasir, dan 120 ml asam cuka untuk setiap 50 liter limbah cair tahu atau tempe. Campuran ini diaduk selama 10-15 menit sebelum dituangkan ke dalam nampan yang telah disiapkan dan ditutup dengan koran yang diikat menggunakan karet.
Nampan yang telah berisi media larutan tersebut kemudian disusun dalam rak secara bertingkat, dengan jumlah 5-10 nampan yang disusun bersilangan. Setelah dingin selama sekitar 5-7 jam, larutan dalam nampan diinokulasi dengan bakteri Acetobacter xylinum sebanyak 10% dari volume media larutan. Proses fermentasi berlangsung selama 8-10 hari, setelah itu nata de soya dapat dipanen. Nata yang telah dipanen kemudian direndam dalam drum plastik berisi air untuk menjaga kualitasnya. Agar tahan lama, air dalam drum perlu diganti secara berkala.
Dengan teknik produksi yang relatif sederhana dan bahan baku yang melimpah, nata de soya dapat menjadi alternatif bisnis yang menjanjikan. Selain membantu mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah industri tahu-tempe, produk ini juga memiliki potensi pasar yang luas baik di dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, pengembangan dan inovasi dalam produksi nata de soya perlu terus dilakukan agar dapat bersaing di pasar global serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat luas.