
Tapioka adalah salah satu produk berbahan baku singkong yang menjadi unggulan di Indonesia. Sebagai salah satu produsen singkong terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam menghasilkan tepung tapioka dalam jumlah yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor. Dari segi pasar, tapioka memiliki pangsa yang luas, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Produk ini banyak digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri makanan, seperti pembuatan kue, mi, kerupuk, pempek, dan produk olahan lainnya. Pesatnya perkembangan industri pangan berbasis tapioka di Indonesia turut meningkatkan permintaan terhadap produk ini setiap tahunnya, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan petani singkong, terutama di wilayah Jawa dan Sumatra, yang menjadi pusat utama industri tapioka di Indonesia.
Dalam proses produksi tepung tapioka, air digunakan untuk memisahkan pati dari serat singkong. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan secara efisien, namun teknologi yang tersedia saat ini masih belum mampu menangkap seluruh pati yang larut dalam air. Akibatnya, limbah cair yang dibuang ke lingkungan masih mengandung pati dalam jumlah yang cukup tinggi. Jika tidak ditangani dengan baik, limbah cair ini dapat mengalami dekomposisi secara alami dan menimbulkan bau tidak sedap akibat proses penguraian senyawa yang mengandung nitrogen, sulfur, dan fosfor. Kandungan karbohidrat, protein, dan lemak dalam limbah ini juga menyebabkan nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) menjadi tinggi, yang dapat mencemari lingkungan.
Selain itu, limbah cair tapioka mengandung asam sianida (HCN) dalam kadar sekitar 0,27 mg/L, mendekati ambang batas baku mutu limbah cair tapioka yang ditetapkan sebesar 0,3 mg/L. Senyawa sianida bersifat sangat beracun, larut dalam air, dan mudah menguap pada suhu kamar. Jika kadar asam sianida dalam limbah terlalu tinggi, proses degradasi alami oleh mikroorganisme akan terhambat, sehingga memperburuk dampak lingkungan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengolahan yang tepat untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan sekaligus meningkatkan nilai ekonomis limbah tapioka.
Salah satu solusi dalam pemanfaatan limbah cair industri tapioka adalah dengan mengolahnya menjadi produk bernilai ekonomi tinggi, seperti nata de cassava. Produk ini merupakan nata berbahan baku limbah cair singkong yang dapat digunakan dalam industri minuman kemasan. Limbah cair yang dihasilkan dari proses perendaman pati singkong dapat difermentasi menggunakan bakteri Acetobacter xylinum untuk menghasilkan nata. Sayangnya, sebagian besar industri tapioka masih membuang limbah cair ini ke sungai atau saluran air tanpa pengolahan yang memadai, padahal limbah tersebut masih mengandung nutrisi tinggi, terutama karbohidrat, yang dapat dimanfaatkan untuk fermentasi nata.
Jika limbah cair tapioka tidak dimanfaatkan, maka setidaknya perlu diolah terlebih dahulu agar aman sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu metode yang umum digunakan dalam pengolahan limbah cair adalah dengan menambahkan mikroorganisme menguntungkan yang mampu mendegradasi senyawa organik seperti karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen. Mikroorganisme ini menggunakan bahan organik dari limbah sebagai sumber nutrisi, termasuk karbohidrat, protein, dan lemak, sehingga membantu mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
Selain limbah cair, industri tapioka juga menghasilkan limbah padat berupa ampas singkong atau yang dikenal sebagai onggok. Onggok memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi jika dikelola dengan baik. Harga onggok kering halus berkisar sekitar Rp2.000 per kilogram. Biasanya, onggok dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi dan kambing, bahan dasar pembuatan pupuk, serta sebagai bahan tambahan dalam industri makanan seperti saus. Selain itu, onggok juga dapat diolah menjadi pelet pakan ikan dengan terlebih dahulu melalui proses fermentasi menggunakan jamur Aspergillus niger. Fermentasi ini dapat meningkatkan kadar protein onggok sekitar 7% serta menurunkan kadar seratnya, menjadikannya sumber pakan yang lebih bergizi bagi ikan.
Agar onggok dapat bertahan lama, perlu dilakukan proses pengeringan sebelum penyimpanan. Dengan memanfaatkan limbah padat tapioka menjadi produk bernilai ekonomi, tidak hanya mengurangi dampak pencemaran lingkungan, tetapi juga membuka peluang bisnis baru bagi masyarakat dan pelaku usaha. Oleh karena itu, pengelolaan limbah industri tapioka secara berkelanjutan merupakan langkah yang sangat penting dalam mendukung industri yang lebih ramah lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.